Selasa, 17 Agustus 2010

Pesan dari Sambu


Meski angan-angan itu hadir setiap saat, faktanya sampai detik ini aku masih tetap di sini. berebut udara di Bangsal 30, mengasuh lima adik sepanjang musim dan membaui air kencing mereka. Fakta kedua, aku sangat menyayangi adik-adik walau di depan teman-teman aku selalu menunjukkan muka masam seolah mereka tali tambang yang menjerat leherku kuat-kuat.

Sungguh aku sedih memikirkan masa depanku sekaligus ngeri membayangkan hidupku akan selalu dikelilingi adik-adik. Bagaimana jika ternyata aku ditakdirkan memiliki adik sepuluh atau lima belas? Aku dihadapkan pada dilemma. Aku tidak mau “ke bawah tak jadi akar ke atas tak jadi daun”.

Pesan dari Sambu adalah sebuah cerita tentang Mimi, yang memiliki banyak adik. Mimi sendiri sebenarrnya anak ketiga, tetapi dialah satu-satunya yang mengasuh adik demi adik yang terus dilahirkan ibunya. Sikap ibunya yang pilih kasih lama kelamaan membuat Mimi jenuh dengan tugas hariannya. Mimi pun merasa bahwa mungkin satu-satunya jalan menuju kebebasan adalah dengan menikah. Namun alih-alih ingin mendapatkan pemuda pujaan hatinya, anak pulau Nongsa, mak dan neneknya malah bersikeras menjodohkannya dengan seorang tentara yang selalu ia panggil Oom. Setelah pertunangannya dilaksanakan, Mimi tidak diperbolehkan sekolah lagi, cita-cita bapaknya yang ingin menyekolahkannya menjadi seorang perawat, pupus sudah, karena bapaknya sudah tidak dapat menolak keputusan istrinya yang keras kepala.

Sebuah cerita yang cukup unik, tersirat dari synopsis di cover belakang novel Pesan dari Sambu. Ide cerita yang sangat jarang. Aku membayangkan akan menemukan banyak dialog mengunakan bahasa melayu yang beraksen huruf ‘e’ disetiap ujung katanya, namun sayang, itu jarang aku temukan. Sehingga kesan melayunya kurang dapat. Karena Sambu itu hanya sejengkal dari kota ku, orang tua ku juga dilahirkan disebuah pulau terpencil sama seperti sambu, tak terlihat di peta. Jadi aku tahu betul bahasa melayu yang beraksen huruf ‘e’ dibelakang katanya, menjadi pelekat bahasa Melayu Kepulauan Riau.


Selain itu, yang membuat Novel ini kurang dapat aku nikmati adalah karena ada beberapa penjelasan yang di jelaskan berulang-ulang. Seperti pada bab 6, “Oleh teman-teman dan guru di sekolah aku dipanggil Tarti, sedangkan keluarga, kerabat, dan tetangga memanggilku Mimi.” Ini sudah dijelaskan pada halaman 35. Sedangkan pada bab ke-4 “Bangsal 30” pengemasannya kurang bagus, dari awal sampai akhir aku tidak bisa menikmati ceritanya. Penulis kurang mampu menggambarkan setting dari tempat tinggal mereka, sehingga aku tidak terbawa suasana yang digambarkan.

Meskipun demikian, saya menikmati novel yang cukup eksotik ini, seperti membaca kehidupan. Karena memang novel ini diangkat dari kisah nyata. Banyak kisah sejarah yang saya temukan didalamnya.

Judul : Pesan dari Sambu
Penulis : Tasmi P.S
Penerbit : Hikmah
Halaman : 349 halaman
Harga : Rp. 49.000,-

6 komentar:

rahad2six mengatakan...

nampaknya bagus tuh cerita bukunya..
link udah terpasang

aisah mengatakan...

bagus ya ceritanya??? salamkenal n sekalin follow

Vixxio mengatakan...

Hai Ayi, makasih udah mampir di blognya Vixxio yah.
Sayang buku Rojak-nya udah di-reserve orang. Buku Pramoedyanya juga dah habis (buku2nya Pram cepet banget habisnya). Ntar kalo ada lagi aku kabari aja ya...
Ga pengen lihat2 yg lain? Kali aja nemu yg lain, hehehe...

attayaya jadi anak smp mengatakan...

lho ini novel tentang pulau Sambu di depan pulau Batam itu ya

Indah Azlina mengatakan...

@ attayaya : BETULLLLLLLL

kok tw juga pulau sambu?

Unknown mengatakan...

Komentar yg bagus n jujur...Harus aku akui saat menulis novel ini terlalu terburu-buru...Soal aksen Melayu memang sengaja sedikit dibuat lebih meng-Indonesia agar bisa dinikmati pembaca dr luar Kepri.
Tapi tunggulah sekuel berikutnya dari "Pesan Dari Sambu", temanya roman sejarah - Sambu menjelang Perang Dunia ke 2 - tokoh utamanya Mak (Maria Rumnasih), kisah Mimi rencananya dilanjutkan di sekuel ke 3.
Salam Kenal
Tasmi PS